Oleh : Tiorivaldi
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Dalam sebuah jama'ah yang biasa juga disebut organisasi, himpunan, komunitas, dan bentuk lainnya. Mestilah diantara semua itu memerlukan sebuah pemimpin. Pemimpin tersebut juga biasanya dalam sebuah jama'ah ada dua bentuk berbeda, yaitu dijadikan sebagai figuritas. Dalam artian setiap yang dilakukan oleh jama'ah tersebut dan apa yang dipandang oleh orang lain sangat bergantung dengan pemimpin tersebut. Dibentuk lainnya, pemimpin biasanya hanya dijadikan sebagai roda keberlangsungan jama'ah tersebut, karena setiap yang berada dalam jama'ah tersebut yang mempengaruhi setiap perlakuan jama'ah. Sebenarnya bukan hal tersebut yang hendak ingin saya sampaikan.
Saudara-saudari semuanya kita juga perlu untuk mengetahui sikap kita dalam memilih pemimpin dalam sebuah jama'ah dengan berbeda sesuai kondisi dan keadaan dalam jama'ah tersebut. Apakah jama'ah yang semuanya berisi kader dakwah islam ataukah dengan jama'ah yang berisi parsial (sebagian dari kader dakwah islam dan sebagian dari kader non-dakwah islam)
Untuk yang kedua memang dalam pemilihan kepemimpinannya kita pasti akan ada pergolakan yang cukup besar dan juga kita mesti bersikap konservatif. Konservatif dalam artian membela dan mendukung secara penuh calon pemimpin yang diusung dari kader dakwah Islam. Karena kita berhusnudzan untuk mengutamakan akhlak dibanding track record.
Akan tetapi yang pertama tadi kita mestinya tidak memerlukan pergolakan bahkan sampai menjalankan kampanye dalam bentuk apapun juga. Dan mesti bersikap moderat. Karena biasanya yang malah tidak kita perhatikan adalah bagaimana kita seharusnya mencoba untuk memimpin hati kita. Artinya, bersikap lapang dada terhadap siapapun yang akan melanjutkan roda kepemimpinan tersebut.
Karena salah satu faktor kemunduran Islam, disebabkan tidak adanya sikap saling percaya. Seperti bisa kita ambil dalam kisah khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu. Karena faktor ketidakpercayaan lah yang menyebabkan kemundurannya. Sikap ketidakpercayaan itu dibangun karena Utsman radhiyallahu 'anhu memberikan jabatan pemerintahan mayoritas dari keluarganya sehingga membuat rakyatnya pada saat itu kurang percaya dengan apa yang dijalankan oleh khalifah Utsman radhiyallahu 'anhu itu sendiri
Memang kita tidak akan dan tidak pantas untuk menyalahkan diantara kedua kubu tersebut. Tetapi pada intinya sikap ketidakpercayaan lah yang menjadikan faktor kemunduran. Juga pada zaman khalifah Ali bin Abi Thalib, karena sifat ketidakpercayaan tersebut bahkan membuat kepemimpinan umat Islam pada saat itu terpecah menjadi dua. Yaitu yang dipimpin oleh sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dan yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu 'anhu.
Maka dari kasus-kasus tersebut marilah kita mencoba membuang segala hal yang bisa menimbulkan ketidakpercayaan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Hilangkan rasa egoisme kita dikarenakan kita merasa lebih baik dari dirinya atau karena menurut saudara-saudari ada yang lebih pantas untuk mengambil kursi kepemimpin tersebut. Kita ambil contoh dari seseorang yang dikatakan Michael H. Hart sebagai orang nomor satu yang paling berpengaruh dalam peradaban dunia (lihat buku the 100 karya Michael H. Hart) dan kata Thomas Carlyle sebagai sang pahlawan peringkat pertama (lihat buku On Heroes, Hero-Worship, and The Heroic in History karya Thomas Carlyle) yaitu Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Contoh dalam perang uhud pasukan muslimin mengalami kekalahani karena ketidaktaatan pasukan pemanah terhadap pemimpinnya tersebut. Namun, lihat bagaimana beliau shalallahu 'alaihi wasallam bersikap dalam mengambil kebijakan untuk berperang di Uhud dengan mengurungkan niat pribadi untuk berperang di sekitaran madinah. Walaupun karena jama'ah tersebut yang menyebabkan kekalahan, tetapi kesolidan dari umat tersebut tidak hilang, karena Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersikap jama'ah.
Ataupun seperti kisah beliau shalallahu 'alaihi wasallam yang menjadikan Usamah bin Zaid sebagai panglima dalam usianya yang berumur sekitar 18 tahun. Akan tetapi Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam wafat, sehingga amanah tersebut dilanjutkan oleh khalifah Abu Bakar radhiyallahu 'anhu untuk menjadikan Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhu sebagai panglima perang. Namun apa yang terjadi adalah kemenangan dari pihak muslimin. Karena tentara Islam saat itu tidak memunculkan egonya yang merasa lebih senior atau lebih tua daripada Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhu.
Selain itu juga, untuk menjaga kepercayaan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Mestilah pemimpin bersikap proporsional dalam menyikapi suatu permasalahan. Pemimpin harus mengetahui kapan dia harus bersikap terbuka dan kapan dia harus bersikap tertutup. Tetapi hendaklah perbanyak bersikap terbuka ketimbang bersikap tertutup.
Untuk masalah ini, kita bisa menengok kembali riwayat kisah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam saat memberikan harta rampasan perang kepada kaum muhajirin tetapi kaum anshar tidak diberikan sepeserpun. Saat terlihat mulai banyak tabayyun dikalangan Anshar maka perlu kita contohkan bagaimana Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dalam bersikap. Dikumpulkanlah kaum anshar dan dijelaskan sejelas mungkin, sehingga bukannya timbul ketidakpercayaan kaum anshar. Akan tetapi malah meningkatnya kecintaan dan kepercayaan kaum anshar kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam
Seperti itulah yang hendak ingin saya sampaikan kepada saudara-saudari yang saat ini sedang mencari siapa yang akan menjadi pemimpin baru untuk periode kali ini. Maafkan diriku yang tidak bisa menemani saudara-saudari semua dalam bermain di musyawarah pada kali ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga jama'ah ini semakin solid sehingga dapat menguatkan kita. Dan semoga Islam dapat bersatu kembali dalam satu identitas. Yaitu MUSLIM
Wassalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Wallahu 'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar