Oleh : Tiorivaldi
Tidak selalu hal yang bersikap egois selalu dibilang antonim atau lawan kata dari bijaksana. Adakalanya kita bersikap egois itu bisa jadi yang terbaik, bersikap seimbang itu bisa jadi yang terbaik, dan bersikap bijaksana itu juga bisa jadi yang terbaik. Tergantung kondisi yang sedang kita hadapi atau alami saat itu. Kasus yang akan kita jelaskan disini adalah berkaitan dengan "Bagaimanakah seharusnya kita bersikap dalam suatu kegiatan ?". Menjadi orang bijaksana hanyalah segelintir dari banyaknya orang yang ada. Kebanyakan manusia saat ini bersikap egois dan seimbang. Apa sih maksudnya seimbang yang saya jelaskan dari tadi ? Akan saya jelaskan maksud nya egois, seimbang, dan bijaksana dibawah ini.
Egois adalah sikap yang dimana kita ingin memperoleh sesuatu hal tanpa ada pertukaran terlebih dahulu. Sikap yang menentang keseimbangan, terlebih lagi menentang secara besar-besaran sikap bijaksana. Sikap yang hanya memperdulikan diri nya sendiri tanpa mau berpikir terhadap orang lainnya. Namun, tidak mengapa jikalau keegoisannya tersebut untuk hal kebaikan (Nanti akan saya jelaskan). Misalnya, saya ingin memperoleh banyak uang tetapi saya tidak ingin melakukan suatu pertukaran untuk mencapainya (tidak mau berusaha/ bekerja untuk memperoleh uang tersebut), maka ini bisa dikatakan sikap egois.
Seimbang adalah kita memperoleh suatu hal dengan taraf yang sama dalam bertukar. Dalam Islam kata "seimbang" ini biasanya diganti dengan kata "Qisas" yang merupakan istilah dalam hukum Islam yang berarti pembalasan yang setimpal (seimbang). Seseorang yang membunuh manusia lainnya yang tidak bersalah, maka ditebus dengan nyawa nya sendiri.
Dalam hal keseimbangan ini Allah Subhanahu wata'ala telah berfirman,
Seimbang adalah kita memperoleh suatu hal dengan taraf yang sama dalam bertukar. Dalam Islam kata "seimbang" ini biasanya diganti dengan kata "Qisas" yang merupakan istilah dalam hukum Islam yang berarti pembalasan yang setimpal (seimbang). Seseorang yang membunuh manusia lainnya yang tidak bersalah, maka ditebus dengan nyawa nya sendiri.
Dalam hal keseimbangan ini Allah Subhanahu wata'ala telah berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu qishash atas orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Barangsiapa mendapat ma'af dari saudaranya, hendaklah yang mema'afkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik." (Al Baqarah 2:178)
Juga dalam firman lainnya,
"Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (Al-Maidah 5:45)
Dan bijaksana adalah sebaik-baik sikap, yaitu kita ingin memperoleh suatu hal dengan pertukaran yang lebih baik daripada yang diberikan oleh pemberi pertama. Misalnya kita meminjam uang 50 ribu, lalu suatu saat kita ingin mengembalikannya dengna memberi 100 ribu. Jelas, jika kita berpikir secara acak, hal seperti ini layaknya riba. Namun sebenarnya ini berbeda, dan ini lebih mulia disisi-Nya. Konsep riba adalah si pemberi mengatakan "jikalau uang 50 ribu ini saya pinjamkan kepadamu, maka suatu saat anda harus mengganti nya dengan 100 ribu", maka jelas hal tersebut disebut riba. Tetapi berbeda kalau kita mengganti uang tersebut dengan lebih banyak atas dasar ucapan terimakasih tanpa ada prasyarat awal. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Raafi’ bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminjam dari seseorang unta yang masih kecil. Lalu ada unta zakat yang diajukan sebagai ganti. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menyuruh Abu Raafi’ untuk mengganti unta muda yang tadi dipinjam. Abu Raafi’ menjawab, “Tidak ada unta sebagai gantian kecuali unta yang terbaik (yang umurnya lebih baik).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menjawab,
“Berikan saja unta terbaik tersebut padanya. Ingatlah sebaik-baik orang adalah yang baik dalam melunasi utangnya.” (HR. Bukhari no. 2392 dan Muslim no. 1600).
Nah itu tadi sebagai pengantarnya saja, agar pembaca memahami pembahasan yang akan saya paparkan.
Yaitu terkait "Bagaimanakah seharusnya kita bersikap dalam suatu kegiatan ?"
Kalau saya pribadi akan bersikap seperti yang saya jelaskan diawal yaitu menyesuaikan dengan kondisi yang sedang saya alami.
Saya akan bersikap egois yaitu memikirkan diriku sendiri jika hal tersebut untuk kebaikan / pahala yang akan kuperoleh. Saya akan selalu berusaha untuk datang dalam sebuah kegiatan yang didalamnya terdapat benih-benih kebaikan. Tanpa harus memandang apakah akan ada pertukaran (timbal balik dari mereka, seperti akan bertukar datang dalam kegiatan yang ku buat) yang akan ku peroleh ketika berada dalam hal tersebut.
Saya akan bersikap seimbang yaitu akan berusaha hadir dalam kegiatan apapun juga (walau potensi kebaikan yang ada didalamnya kecil) ketika mereka menawarkan pertukaran dengan diriku. Untuk hal ini saya seimbang antara memikirkan diriku dan memikirkan orang lain
Dan terakhir saya akan bersikap bijaksana. Sebenarnya sikap ini hampir sama bentuknya dengan egois. Bedanya, jikalau dalam egois saya akan selalu berusaha hadir dalam setiap kegiatan yang didalamnya ada sebuah kebaikan tanpa memikirkan orang lain. Tetapi dalam bijaksana, saya akan selalu hadir dalam setiap kegiatan yang didalamnya ada sebuah kebaikan demi kepentingan diriku, terlebih dalam kepentingan orang lain. Mencoba memperoleh ilmu dan menyemarakkan kegiatan yang dibuat saudara-saudaraku. Sikap ini adalah sikap yang tidak menginginkan imbalan kepada manusia atas apa yang ku perbuat. Tetapi saya berharap bahwa Allah Subhanahu wata'ala yang akan membalasnya kelak di akhirat-Nya. Aamiin
Pada dasarnya setiap manusia itu egois. Manusia ingin masuk kedalam surga-Nya, tak ada satupun manusia yang ingin bercita-cita ingin masuk ke dalam neraka. Tetapi adakah pertukaran yang dilakukan nya sehingga dapat masuk kedalam surga-Nya
Sama halnya dengan dalam mengolah suatu kegiatan, setiap aktivis ingin kegiatannya dihadiri oleh banyak orang. Tetapi sudahkah ada pertukaran sebelumnya dari dirinya ? Jangan salahkan mereka dengan mengatakan "Ah, belum ada kesadaran dari diri mereka terhadap pentingnya kegiatan ini bagi diri mereka sendiri". Hal tersebut tidak bisa menjadi acuan kita untuk memalingkan kesalahan dari diri kita sendiri. Justru ketika tak ada orang yang hadir, mungkin karena kesalahan diri kita dalam beritindak. Atau memang tak ada pertukaran yang kita lakukan sebelumnya kepada mereka, sehingga mereka pun tak ingin memberikan suatu imbalan.
Saya juga menyadari bahwa tidak selamanya sikap egois itu hal yang buruk. Mengembangkan potensi dengan cara individu pun tidak menjadi sebuah permasalahan tersendiri. Layaknya diriku, yang belajar bermain alat musik dengan individu, belajar cara melukispun dengan cara individu. Namun tetap ada hal yang tak bisa dicapai ketika kita belajar secara individu. Hal tersebut ku sadari ketika ku mengikuti salah satu UKM yang ada di kampusku. Ternyata irama yang selama ini kupelajari secara individu harus dibangun kembali ketika harus berirama secara beriringan dengan suatu tim (dalam dunia musik disebut band). Memang itu tidak disalahkan, dan memang terbukti bahwsanya pengembangan diri secara individu juga memiliki kemungkinan besar lebih cepat dibandingkan secara bersama. Karena kita bebas untuk bereksplorasi tanpa ada yang menghambat dan memberikan aturan tetap. Karena seorang guru pasti akan memberikan suatu aturan kepada kita, dan menghadang kita untuk bereksplorasi secara bebas.
Maka marilah saudara-saudara aktivisku, janganlah mementingkan diri sendiri. Mungkin kalian bisa beralasan "Ah mana mungkin kami mementingkan diri sendiri, jikalau kegiatan yang kami buat ini untuk mereka juga ?". Bukan itu yang saya maksudkan.
Mementingkan diri sendiri maksudnya adalah ingin kehadiran orang banyak, tetapi malas hadir dalam kegaitan yang mereka perbuat juga. Saya kira ada suatu pemikiran yang sesuai dengan tema pembahasan ku kali ini. Dalam UKM yang saya ikuti tersebut, saya merasa bahwasanya penampilan yang mereka pentaskan tidak lah begitu baik (namun tidak juga begitu buruk). Lantas saya merasa takjub juga ketika pentas tersebut, penonton yang hadir disana sangatlah banyak, bahkan tempat duduk yang disediakan melebih kauntitas yang direncanakan. Lalu saya teringat perkataan kawanku dalam UKM tersebut "Kalau acara kita mau didatangi, maka datangilah acara nya orang lain". Memang benar bahwasanya mereka yang datang dalam pentas tersebut juga, sebagian adalah kelompok orang yang pernah kami hadiri juga kegiatannya.
Itulah salah satu kunci agar suatu kegiatan dihadiri oleh banyak orang.
LAKUKANLAH SUATU KEEGOISAN, KESEIMBANGAN, DAN KEBIJAKSANAAN SESUAI TEMPATNYA !!!
Wallahu A'lam Bish-shawab
“Berikan saja unta terbaik tersebut padanya. Ingatlah sebaik-baik orang adalah yang baik dalam melunasi utangnya.” (HR. Bukhari no. 2392 dan Muslim no. 1600).
Nah itu tadi sebagai pengantarnya saja, agar pembaca memahami pembahasan yang akan saya paparkan.
Yaitu terkait "Bagaimanakah seharusnya kita bersikap dalam suatu kegiatan ?"
Kalau saya pribadi akan bersikap seperti yang saya jelaskan diawal yaitu menyesuaikan dengan kondisi yang sedang saya alami.
Saya akan bersikap egois yaitu memikirkan diriku sendiri jika hal tersebut untuk kebaikan / pahala yang akan kuperoleh. Saya akan selalu berusaha untuk datang dalam sebuah kegiatan yang didalamnya terdapat benih-benih kebaikan. Tanpa harus memandang apakah akan ada pertukaran (timbal balik dari mereka, seperti akan bertukar datang dalam kegiatan yang ku buat) yang akan ku peroleh ketika berada dalam hal tersebut.
Saya akan bersikap seimbang yaitu akan berusaha hadir dalam kegiatan apapun juga (walau potensi kebaikan yang ada didalamnya kecil) ketika mereka menawarkan pertukaran dengan diriku. Untuk hal ini saya seimbang antara memikirkan diriku dan memikirkan orang lain
Dan terakhir saya akan bersikap bijaksana. Sebenarnya sikap ini hampir sama bentuknya dengan egois. Bedanya, jikalau dalam egois saya akan selalu berusaha hadir dalam setiap kegiatan yang didalamnya ada sebuah kebaikan tanpa memikirkan orang lain. Tetapi dalam bijaksana, saya akan selalu hadir dalam setiap kegiatan yang didalamnya ada sebuah kebaikan demi kepentingan diriku, terlebih dalam kepentingan orang lain. Mencoba memperoleh ilmu dan menyemarakkan kegiatan yang dibuat saudara-saudaraku. Sikap ini adalah sikap yang tidak menginginkan imbalan kepada manusia atas apa yang ku perbuat. Tetapi saya berharap bahwa Allah Subhanahu wata'ala yang akan membalasnya kelak di akhirat-Nya. Aamiin
Pada dasarnya setiap manusia itu egois. Manusia ingin masuk kedalam surga-Nya, tak ada satupun manusia yang ingin bercita-cita ingin masuk ke dalam neraka. Tetapi adakah pertukaran yang dilakukan nya sehingga dapat masuk kedalam surga-Nya
Sama halnya dengan dalam mengolah suatu kegiatan, setiap aktivis ingin kegiatannya dihadiri oleh banyak orang. Tetapi sudahkah ada pertukaran sebelumnya dari dirinya ? Jangan salahkan mereka dengan mengatakan "Ah, belum ada kesadaran dari diri mereka terhadap pentingnya kegiatan ini bagi diri mereka sendiri". Hal tersebut tidak bisa menjadi acuan kita untuk memalingkan kesalahan dari diri kita sendiri. Justru ketika tak ada orang yang hadir, mungkin karena kesalahan diri kita dalam beritindak. Atau memang tak ada pertukaran yang kita lakukan sebelumnya kepada mereka, sehingga mereka pun tak ingin memberikan suatu imbalan.
Saya juga menyadari bahwa tidak selamanya sikap egois itu hal yang buruk. Mengembangkan potensi dengan cara individu pun tidak menjadi sebuah permasalahan tersendiri. Layaknya diriku, yang belajar bermain alat musik dengan individu, belajar cara melukispun dengan cara individu. Namun tetap ada hal yang tak bisa dicapai ketika kita belajar secara individu. Hal tersebut ku sadari ketika ku mengikuti salah satu UKM yang ada di kampusku. Ternyata irama yang selama ini kupelajari secara individu harus dibangun kembali ketika harus berirama secara beriringan dengan suatu tim (dalam dunia musik disebut band). Memang itu tidak disalahkan, dan memang terbukti bahwsanya pengembangan diri secara individu juga memiliki kemungkinan besar lebih cepat dibandingkan secara bersama. Karena kita bebas untuk bereksplorasi tanpa ada yang menghambat dan memberikan aturan tetap. Karena seorang guru pasti akan memberikan suatu aturan kepada kita, dan menghadang kita untuk bereksplorasi secara bebas.
Maka marilah saudara-saudara aktivisku, janganlah mementingkan diri sendiri. Mungkin kalian bisa beralasan "Ah mana mungkin kami mementingkan diri sendiri, jikalau kegiatan yang kami buat ini untuk mereka juga ?". Bukan itu yang saya maksudkan.
Mementingkan diri sendiri maksudnya adalah ingin kehadiran orang banyak, tetapi malas hadir dalam kegaitan yang mereka perbuat juga. Saya kira ada suatu pemikiran yang sesuai dengan tema pembahasan ku kali ini. Dalam UKM yang saya ikuti tersebut, saya merasa bahwasanya penampilan yang mereka pentaskan tidak lah begitu baik (namun tidak juga begitu buruk). Lantas saya merasa takjub juga ketika pentas tersebut, penonton yang hadir disana sangatlah banyak, bahkan tempat duduk yang disediakan melebih kauntitas yang direncanakan. Lalu saya teringat perkataan kawanku dalam UKM tersebut "Kalau acara kita mau didatangi, maka datangilah acara nya orang lain". Memang benar bahwasanya mereka yang datang dalam pentas tersebut juga, sebagian adalah kelompok orang yang pernah kami hadiri juga kegiatannya.
Itulah salah satu kunci agar suatu kegiatan dihadiri oleh banyak orang.
LAKUKANLAH SUATU KEEGOISAN, KESEIMBANGAN, DAN KEBIJAKSANAAN SESUAI TEMPATNYA !!!
Wallahu A'lam Bish-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar