![]() |
suasana keramaian bedah film Bomb x City |
Oleh : Tiorivaldi
Beberapa hari yang lalu, aku dikejutkan dengan adanya publikasi di media sosial akan adanya bedah film yang berjudul "Bomb x City". Yang membuatku merasa cukup terkejut adalah pemantik pada bedah film di waktu itu adalah Siam. Dari itu ku mencari tau siapa saja yg turut serta memikirkan bedah film ini. Karena memang sejak awal tidak adanya informasi kelembagaan yang menyertai, jadi bisa dianggap acara ini merupakan acara yang indepeden ,yang, ternyata hanya diselenggarakan oleh dua orang, yaitu Siam dan Luqman. Sebenarnya ada satu orang lagi yang punya andil untuk film yang akan ditonton, Reza Pahlevi Wiranata yang sering disapa Levi mengatakan kepadaku dia yang menyarankannya. Aku mengetahui bahwa mereka berdua ini sudah cukup pesimis melihat keadaan di kampus Untidar yang kurang bergairah. Tak banyak tempat non-formal di balik kampus ini untuk membicarakan idealism, love, human culture. Barangkali semua itu telah hilang atau memang sebelumnya tidak pernah serius untuk digarap dalam menciptakan budaya itu secara umum di Untidar. Memang, dalam menciptakan kultur literasi dan tempat memperdebatkan tesis dan anti-tesis sehingga memunculkan sintesis yg ideal belum secara signifikan ada fasilitasnya yg signifikan. Karena, selama ini aku juga sudah mantap untuk berpikir pesimis tentang semua itu. Di setiap sudut perkumpulan mahasiswa dengan bidang skill dan hobinya hanya dipenuhi dengan pembicaraan event organizer. Masing-masing kepanitiaan memaparkan kesiapan event yg sudah lebih dari sebulan yg lalu mereka rencanakan. Aku tak boleh berprasangka buruk, tapi bolehlah jika aku ungkapkan bagaimana penuhnya bulan ini audit untuk dipakai pada event masing-masing lembaga. Untuk sekedar mencari tanggal yg bisa digunakan, memerlukan kesiapan mendatangi bagian administrasi kampus dengan rentang berbulanan yg lalu. Bang ncis sering mengatakan bahwa acara-acara seperti itu tidak mengapa, karena jika aku atau teman-teman mahasiswa lainnya sedang merasa suntuk dan bosan dengan pelajaran dosen, atau stres dengan tugas yg diberikan dosen. Setidaknya event yg diselenggarakan mahasiswa bisa mengisi kembali kekosongan semangat hidup.
Oke baiklah, aku juga sepakat dengan hal itu. Karena segala hal juga mesti berada pada proporsi yg seimbang. Makan itu baik, tapi berlebihan membuat orang kelebihan berat badan. Olahraga itu baik, tapi jika berlebihan tubuh yang sehat malah menjadi rentan akan penyakit. Bahkan beribadah itu baik, tapi jika berlebihan yang muncul bukanlah pahala melainkan dosa. Jadi, kegiatan event organizer itu juga baik, tapi jika berlebihan dan meniadakan kultur dalam diskusi gagasan dan pemikiran. Maka, yang tumbuh adalah benih yang ahli teknisi tanpa ada kemampuan konsepsi. Dengan begitu pula dinamika dan perkembangan kampus akan mencapai titik kemandekan. Jadi, jangan heran jika tiap pergantian kepengurusan tidak ada hal yang baru dibawanya melainkan hanya melanjutkan usaha-usaha statis masa lampau.
Bedah film yang diselenggarakan tanpa sangkut paut kelembagaan ini diadakan hari Kamis, tanggal 18 Oktober 2018. Open gate sudah dimulai sejak pukul 16.00 wib, sebagai awalan dibuka lapak gratis, ngopi dan ngobrol santai. Aku sendiri tiba disana sekitar pukul 16 lebih, disana sudah ada Hermowo Pribadi (Arjo) dan Luqman yang sedang mengurusi teknis lapangan dan perlengkapan. Aku cukup senang karena zine yang pernah aku dan bang Ncis terbitkan ikut dilapakkan disana. Beberapa menit kemudian datanglah Siam sebagai pemantik pada bedah film itu. Awalnya kami berempat merasa pesimis juga, karena sudah jam 17.00 WIB masih belum juga ada yang menampakkan batang hidungnya. Ngobrol santai kami lakukan hanya berempat, dan tiga dari mereka kecuali aku memesan nasi goreng untuk lunch.
Barulah di waktu Maghrib film mulai diputar, yang pada awalnya hanya beberapa yang hadir disana. Namun, setelah 1/4 durasi film dan seterusnya penonton sudah mulai memenuhi kursi dan tempat yang tersedia. Siam terlihat dari raut wajahnya sedikit berubah dari biasanya, mungkin rasa mindernya karena melebihi ekspektasi penonton yang hadir atau rasa bahagianya melihat masih banyaknya mahasiswa yang mau untuk hadir dalam dunia indah ini. Aku cukup bahagia untuk melihat antusias dari penonton untuk hadir diacara itu. Ternyata diluar sana masih banyak hal yang belum ku ketahui, terlihat dari cukup ramai nya mereka yang mau membedah bersama film tersebut. Dan nampaknya antusiasme tersebut akan muncul pada benih-benih awal ini, karena penonton cukup dominan dengan mahasiswa semester awal.
Sebenarnya, film tersebut juga baru pertama kali aku menontonnya. Sedikit banyak yang aku tangkap dari intisari dan pesan moral yang ingin disampaikan dalam film tersebut. Bahwa pakaian, kultur, dan gaya hidup seseorang tidak bisa menjadi tolak ukur untuk menyatakan siapa yang benar dan salah di hadapan hukum. Bahwa, bukan karena mereka anak punk yang dianggap kotor, kasar, buruk perawakannya dan dianggap tidak punya masa depan itu dapat menurunkan nilai kemasyarakatannya. Sedangkan, anak berpendidikan yang dikatakan bersih, baik dan masa depannya cerah mempunyai nilai baik dalam masyarakat. Baiklah, mungkin tetap kurang baik jika mereka dihadapkan dengan hubungan vertikal dengan pemilik Bumi dan Langit, tapi jika di depan hukum itu merupakan hubungan horizontal antar manusia. Maka, justice sedang tidak sehat jika anak punk yang digilas menggunakan mobil oleh anak berpendidikan tidak mendapatkan hasil yang diharapkan dan pada akhirnya anak berpendidikan tersebut dibebaskan tanpa denda sepeserpun. Dan ada kata-kata yang cukup memukau diakhir film tersebut, yaitu anak punk itu dibunuh dua kali. Yang pertama, dia dibunuh dengan digilas dengan mobil oleh anak berpendidikan. Dan yang kedua, dia dibunuh kembali di depan persidangan dengan menjelekkan dan menganggap sang korban sebagai sampah masyarakat.
Ah, keadilan dari dulu sampai sekarang hanya dipandang lewat indera manusia dan bersifat material. Ucapan keras itu buruk, perawakan kumal itu buruk, bau tak sedap itu buruk. Dan kita melupakan bahwa keadilan sejati itu sifatnya immaterial, yaitu hati yang baik atau buruk. Bukan berarti memperturutkan perasaan didalamnya. Akan tetapi kita tak pernah tau siapa yang punya sikap lebih baik antara aku dan kamu hanya lewat kerapihan kita dalam berpakaian
Semoga kita selalu menjaga nalar intelektual dan jiwa kritis kita, dengan begitulah ikhtiar membangun dunia lebih baik kembali dapat tercipta.
Atas nama kebenaran dan keadilan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar