Basmalah

Basmalah

Kamis, 19 Oktober 2017

Menjadi Moderat Bersama KAMMI

Oleh : Tiorivaldi

Ada apa dengan KAMMI ? Sudah mencapai masa dua tahun saya berada di organisasi ini. Tetapi selama ini saya masih sering bertanya-tanya terkait sejatinya KAMMI itu seperti apa. Bukan berarti saya tidak mengetahui apa-apa tentang KAMMI. Namun banyak sekali teori-teori yang berbeda yang dikumpulkan menjadi satu hingga menjadi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Saya akan sedikit bercerita tentang “Mengapa akhirnya saya memilih KAMMI ?”
Jika berbicara tentang masa lampau disaat saya masih berada di bangku sekolah, sebelum mengenal dan memasuki organisasi-organisasi keislaman. Mungkin akan sulit untuk dipercaya seberapa besar perubahan yang mulai terjadi pada nilai intelektual dan nilai amal yang saya praktisikan dalam menjalankan kehidupan. Memang saya pada saat itu sudah mulai melaksanakan ibadah-ibadah spiritual keagamaan semenjak kelas dua Sekolah Menengah Atas yang merupakan tonggak pertama ketertarikan untuk mendalami agama. Sebelum kelas dua itu tidak perlu saya deskripsikan, yang jelas karena hubungan masa lalu itu lah kenapa saya memilih untuk berislam. Ketertarikan tersebut akhirnya terus berjalan hingga dimulailah dari saya memasuki dan menjadi mahasiswa Universitas Tidar yang bertepatan di daerah Magelang, lebih rincinya lagi di Jalan Kapten Suparman 39, Tuguran, Magelang 56116. Di saat itu saya memilih dua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sebagai bekal tambahan selagi mengisi waktu kosong. Karena saya asli berasal dari Lampung semenjak lahir hingga menyelesaikan Sekolah Menengah Atas, maka pulang kampung secepat-cepatnya yaitu tiap semester. Maka untuk menghilangkan kepenatan pada saat itu, akhirnya saya mencari hal-hal lain yang mungkin bisa merealisasikan ketertarikanku pada saat itu. Dua UKM yang saya ikut tersebut yaitu Unit Kegiatan Agama Islam (UKAI) Ar-Ribath dan Bengkel Seni (BS). Kalau pembaca saat ini dari mahasiswa Universitas Tidar pasti akan menyadari akan perbedaan yang sangat mencolok pada kedua UKM tersebut. Hanya saja saya memang sangat memiliki minat dalam bidang seni, bahwa estetika seni itu sangat luar biasa bagi saya. Sampai saat ini pun saya masih memiliki kemampuan dalam melukis dengan media pensil menghasilkan sebuah lukisan realisme.
Hal tersebut diatas cukup penting untuk saya deskripsikan, karena semua itu ada hubungannya hingga saya bisa berada di KAMMI. Karena saya mengikuti UKAI lah saya akhirnya bertemu dengan KAMMI, definisi nyeleneh nya bisa saya katakan penjeblosan ke dalam jurang KAMMI. Kenapa bisa saya katakan seperti itu ?
Pada hari jum’at ba’da isya tersebut pementor saya di UKAI menghubungi saya malam-malam untuk mengikuti suatu kegiatan, katanya. Pada saat itu benar-benar saya tidak mengetahui tentang ada kabar Daurah Marhalah 1 kecuali beliau yang mengabarkan pada malam itu juga, dan itu pun saya sudah telat, karena sudah dimulai sejak sore tadi. Kebetulan saya pada saat itu belum dikirimkan kendaraan dari Lampung, sehingga dalam benakku “ah, gak punya motor terus gimana mau ikut”. Ya sudah akhirnya saya membalas sms tersebut dan mengatakan tidak punya kendaraan untuk kesana. Tiba-tiba beliau sudah menghubungi sudah berada di depan fotocopy Master, maka dengan terpaksa dan dengan perbekalan seadanya, karena memang tidak ada persiapan sama sekali. Akhirnya saya mengikuti Daurah Marhalah 1 dan hasil yang ku peroleh adalah lulus bersyarat, karena tidak mengikuti materi sejak awal.
Awal mengikuti KAMMI tidak ada sense of belonging dalam diri saya untuk tetap berada di dalam sana. Coba bayangkan perbandingan UKAI dan KAMMI pada saat itu. Di UKAI sudah ada sekretariat, biaya melaksanakan suatu kegiatan sudah di tanggung oleh pihak kampus, dan yang pasti terpandang/ terlihat oleh seluruh mahasiswa Universitas Tidar pada saat itu. Sedangkan KAMMI pada saat itu tidak memiliki sekretariat, biaya melaksanakan suatu kegiatan ditanggung oleh kas dari anggota KAMMI, dan arah geraknya tidak pernah dipandang dan diketahui oleh mahasiswa Unviersitas Tidar. Sangat aneh rasanya jika badan saya harus lelah-lelah dalam hal yang seperti itu. Bahkan di UKAI pun pada awalnya saya tidak begitu bergairah untuk mendalaminya. Buktinya sewaktu menimbang antara kegiatan Gladen Bengkel Seni dengan Latihan Kader dan Kepemimpinan Islam (LKKI) 1 saya lebih memprioritaskan untuk mengikuti Gladen. Karena memang bobotnya lebih tinggi kegiatan Gladen, dimana jika saya mengikuti kegiatan tersebut saya resmi menjadi anggota BS, tetapi jika tidak maka perjuanganku mengikuti seleksi keanggotaan BS akan hilang dan harus menunggu di tahun berikutnya. Sedangkan jika saya tidak mengikuti LKKI 1 saya masih sebagai anggota UKAI Ar-Ribath tetapi tidak bisa sebagai pengurus, katanya.
Jadi kenapa akhirnya saya memilih KAMMI yang berujung meninggalkan BS tetapi masih muncul di UKAI. Mungkin kebanyakan kader lainnya banyak yang sama halnya seperti saya yaitu ketika saya mengikuti Daurah Marhalah 2. Keluasan pandangan saya tentang KAMMI tersadar disaat mengikuti hal tersebut, bahkan membuat saya minder apakah kira-kira saya sudah pantas untuk bersampingan dengan mereka yang memang cerdas dalam berintelektual, dan kedalaman keislamannya pun tidak bisa dipungkiri lagi. Dengan diskusi-diskusi yang sangat berat, yang banyak hal tidak saya pahami dalam perkataan-perkataan mereka. Akhirnya saya menyadari bahwasanya KAMMI sesuai dengan filosofinya salah satunya kredo Gerakan KAMMI yang berbunyi :
“Kami adalah orang-orang yang berpikir dan berkehendak merdeka. Tidak ada satu orang pun yang bisa memaksa kami bertindak. Kami hanya bertindak atas dasar pemahaman, bukan taklid, serta atas dasar keikhlasan, bukan mencari pujian atau kedudukan”.
Maka mulai pada saat itu juga saya ikhlas menghabiskan waktu saya untuk berada di KAMMI walaupun tidak memiliki sekretariat, mengeluarkan uang banyak, bahkan bergerak hampir seperti underground. Itu semua coba saya ikhtiarkan ketika lulus pada Daurah Marhalah 2. Sehingga saya mulai mencoba mencari jati diri KAMMI yang sebenarnya itu seperti apa, banyak teori tentang gerak KAMMI yang mulai saya serap dari segala arah dan tempat. Dan akhirnya saya mempercayai bahwasanya KAMMI adalah moderat dan harus tetap moderat. KAMMI bukanlah konservatif yang mencoba mempertahankan bentuk KAMMI tanpa melihat sebuah keadaan dan tempat. Hasan Al-Bana pun pernah mengatakan “Setiap tempat ada perkataan yang pas, dan setiap perkataan ada tempat yang pas. KAMMI bukanlah islam-formalistik, yang harus baku dan kaku tanpa ada fleksibilitas. Maka pandangan KAMMI pun tidak ingin menghancurkan pancasila tetapi menginginkan hukum-hukum dan aroma-aroma Islam diterapkan dan tersebar di setiap penjuru yang bisa dicapai oleh KAMMI.
Itulah berbagai pandangan yang mulai terserap dan menjadi relung hatiku, bahwa KAMMI adalah moderat dan harus tetap moderat. Kata siapa KAMMI miliknya Ikhwanul Muslimin, Muhammadiyah, PKS, Tarbiyah dan pemfitnahan lainnya. “KAMMI adalah Gerakan Sosial Independen”, mungkin kita bisa menyatakan bahwasanya KAMMI mirip seperti Muhammadiyah dalam hal gerakan pembaharuan atau kita gerakan yang mengikuti perkembangan zaman, tetapi KAMMI bukan lah Muhammadiyah. KAMMI itu seperti IM dalam hal elektif (pilihan, memilih-milih) tetapi KAMMI jelas bukanlah IM. Apalagi untuk dikatakan KAMMI itu PKS, maka tidak mungkin seorang bapak dilahirkan oleh anaknya, karena KAMMI muncul sebelum PKS lahir. Gagasan Kuntowijoyo diserap KAMMI menjadi salah satu paradigma KAMMI dalam butir kedua yaitu “KAMMI adalah gerakan Intelektual Profetik”, gambaran umumnya kecerdasan ala Prophet (Nabi). Maka menjadi moderat adalah hal yang tersulit dan terbaik. Menjadi moderat menjadikan seseorang bisa memahami setiap pemikiran-pemikiran yang lainnya. Mengambil apa yang baik dan meninggalkan apa yang buruk yang tidak sesuai dengan KAMMI. Seperti Karl Marx dalam pemikirannya tentang kelas sosial, maka KAMMI masih bisa mengambil yang baik dari hal tersebut tetapi meninggalkan dan menentang apa yang tidak sesuai dengan KAMMI. Karena KAMMI masih memiliki sebuah tolak ukur untuk menerima sebuah ideologi yaitu filosofi gerakan KAMMI. Menolak apa yang dikatakan oleh Karl Marx tentang “Agama adalah Candu”, karena bertentangan dengan paradigma gerakan KAMMI butir pertama yaitu “KAMMI adalah gerakan dakwah Tauhid” sehingga KAMMI berdakwah untuk membebaskan manusia dari belenggu kesyirikan dan mendekatkan diri kepada ketauhidan. Karena “kami adalah orang-orang yang berkehendak dan berpikir merdeka”, maka KAMMI tidak terbelenggu dalam suatu konservatif pemikiran
Seperti itulah yang membuat saya semakin yakin untuk memilih KAMMI. Karena KAMMI lah yang mengubah saya menjadi moderat, dan karena KAMMI lah saya menjadi menyukia dunia literatur yang memberikan pandangan luas yang menarik terkait alam semesta ini. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada KAMMI, umat muslim, dan seluruh umat manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar