Manusia saat ini sedang mengalami pergeseran peradaban yang sangat signifikan. Zaman memang selalu berubah dari peradaban Yunani Kuno hingga peradaban Pos-modernisme atau bisa kita sebut dengan zaman Kontemporer. Zaman ini di dominasi oleh mereka yang disebut dengan generasi X, Y dan Z bahkan sudah muncul ditengah permukaan generasi-genarasi yang disebut generasi Alpha. Baru-baru ini lebih dikejutkan lagi dengan munculnya generasi teknologi yang cukup mengkhawatirkan, kita sebut saja untuk generasi ini yaitu generasi Tik Tok.
Sebelum kita akan membahas generasi Tik Tok layak dua
jari ini, akan kita jelaskan terlebih dahulu tentang enam generasi yang masih
hidup pada kali ini dengan rentang umur yang pasti berbeda-beda. Walau
sebenarnya tidak ada kepastian waktu yang tepat dalam kelahitan dari setiap
generasi. Akan kita kesampingkan hal tersebut, karena yang akan menjadi pokok
pembahasan kita adalah penjelasan terkait kapan kelahiran dan bagaimana sifat
dalam setiap generasi tersebut. Setiap generasi ini bisa berbeda dari segi
sifat dan kemandiriannya dikarenakan perbedaan dalam melihat realitas zaman di
waktu kelahiran dan pertumbuhannya hingga saat ini. Mereka yang lahir di
generasi perjuangan kemerdekaan atau zaman peperangan akan mempunyai watak,
mentalitas, dan sifat yang sangat berbeda dengan mereka yang lahir dizaman yang
sudah merdeka ini. Dari berbagai generasi yang akan dijelaskan nanti, akan kita
coba untuk menyelaraskan dengan keadaan generasi Tik Tok yang ada pada saat
ini- Tradisionalis
Generasi ini dipengaruhi oleh Perdang Dunia II, Perang Korea sehingga memuncul kan depresi besar secara emosional. Mereka yang berada pada rentang kelahiran di generasi ini memiliki sifat disiplin dan patriotisme yang tinggi, pekerja keras, dan bertanggung jawab atas segala perbuatan yang ia lakukan.
- Baby Boomers
- Generasi X
- Generasi Y (Millenial)
- Generasi Z
- Generasi Alpha
Jika kita melihat dari keenam generasi yang sudah
dijelaskan tersebut. Maka dari keenam generasi tersebut yang paling cocok
dengan sifat dari para generasi Tik Tok adalah generasi alpha. Walaupun tidak
bisa dipungkiri secara realitas kerjanya, banyak generasi Y bahkan dibawah nya
yang menjadikan hobi menjadi pekerjaan. Ada yang hobi menjadi youtubers, lalu
dari youtubers tersebut mereka dapat memperoleh uang yang terbilang cukup
banyak. Tidak terkecuali banyak pun yang menjadikan Tik Tok menjadi ladang pencarian
kebutuhan material, bisa kita tengok seperti yang sedang viral beberapa waktu
yang lalu terkait meet dan greet senilai 80 ribu.
Maka tak elok rasanya jika kita tak menyadari bahwa zaman
benar-benar sedang mengalami pergeseran yang sangat berarti dengan munculnya
hal-hal yang ternyata di luar dugaan. Nampak tanpa perlu pisau analisis untuk
melihat keyakinan saat ini sudah menjadi permainan yang bukan lagi pantas untuk
di proteksi Ada yang menyebut keyakinan ini dengan sebutan aqidah, ada yang
pula menyebut sebagai ideologi, dan ada pula yang menyebutnya dengan idealisme.
Apapun namanya, sudah menjadi sumber energi dan moral manusia bergerak menurut
keyakinan nya masing-masing. Ini biasanya menjadi sumber kenapa ia layak
disebut sebagai pejuang. Begitu utamanya keyakinan tersebut sampai Hasan
Al-bana menyatakan :
"Pemikiran akan mungkin berhasil diwujudkan
manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalan-Nya,
bersemangat dalam merealisasikannya, siap beramal dan berkorban demi
menjelmakannya."
Keyakinan yang kuat dihasilkan dari niat yang kuat
pula sebagaimana dalam hadits disebutkan bahwa : "Segala amal perbuatan
tergantung pada niatnya......" (al-hadits)
Niat dan keyakinan mu yang kuat untuk hijrah Allah
subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya, maka akan memberikan jiwa spritual yang
berusaha meraih Allah dan Rasul-Nya.
Orang sosalis dan komunis tumbuh dalam keyakinan yang
kuat dalam semangat sosial masyarakat. Semangat untuk menciptakan masyarakat
tanpa kelas. Keinginan kuat untuk membela masyakarat proletar dari dominasi
masyarakat borjuis. Artinya mereka punya keyakinan kuat untuk mempertahankan
identitasnya sebagai pembela sosial.
Namun semua itu sudah tidak laku kembali dihadapan
generasi Tik Tok. Keyakinan mereka lemah dan rapuh tanpa tujuan. Goyang dua
jari sebagai obat rasa bosan mereka, dikarenakan tak memiliki idealisme yang
mapan. Pada akhirnya hidup mereka hanya sebatas mengikuti apa yang akan terjadi
selanjutnya pada zaman ini. Mereka hanya sibuk menunggu perkembangan apalagi
yang akan diberikan oleh nur raini ataupun bowo yang dijadikan tempat paling
estetik dalam identitas mereka saat ini.
Pemuda seperti ini tidak lagi pantas disebut sebagai
agen perubahan ataupun kontrol sosial. Mereka lebih pantas disebut penikmat, ah
mungkin itupun terlalu lembut untuk menjadi identitas mereka. Maka kusebut saja
mereka dengan generasi perusak. Iya, karena mereka selain merusak eksisten
moral peradaban, mereka juga turut menyumbang kontribusi dalam noktah hitam
sejarah peradaban. Karena mereka akan dilihat pada generasi selanjutnya, yang
dari hal tersebut mereka menjadi sumber referensi the next generation.
Keyakinan yang sangat rapuh dan lunglai semacam
generasi Tik Tok. Benar-benar sedang memasuki fase terendah serendah-rendahnya.
Orang terdahulu, hanya untuk mempertahankan eksitensinya rela mengorbakan jiwa,
raga, harta bahkan nyawa asal jangan sampai ia berpaling dari keyakinan
tersebut. Menyampaikan bahwa Tuhan adalah ahad lebih mereka cintai daripada
dunia dan seisinya. Tidak terlepas juga mereka yang punya idealisme tinggi,
tidak akan goyah hanya demi kenikmatan individual maupun golongan. Aristoteles
pun pernah menyatakan :
"Saya
mencintai Plato, tapi saya lebih mencintai kebenaran"
Memberikan kesan bahwa kebenaran tidak bisa ditawar
dengan apapun juga, bahkan jika berarti itu harus berlainan dengan gurunya
sendiri (Plato adalah guru Aristoteles).
Tetapi ahad versi zaman now bisa ditawar dengan
menyatakan "Tiada Tuhan selain Bowo" dengan begitu mudah dan
sepelenya. Itulah kebobrokan dan puncak kebusukan peradaban saat ini (Semoga
ini adalah dasar terendah kebobrokan zaman saat ini)
Friedrich Nietzsche (seorang tokoh filsafat
eksistensialisme modern) pernah mengungkapkan: "Tuhan sudah Mati" (jika dalam bahasa jerman, "Gott
ist tot”)
Ungkapan nya yang seperti itu lebih terkesan baik
karena ia mengucapkan dengan paham konsekuensi dan memiliki nilai filosofis
yang tinggi. Bukan berarti Nietzche menyatakan Tuhan telah mati secara
fisik-materi. Akan tetapi ia bermaksud menyatakan bahwa dizaman saat itu,
kalangan manusia lah yang mematikan Tuhan. Tuhan hanya dijadikan identitas
dalam meraup kekuasaan tanpa adanya keyakinan yang kuat di dalamnya. Bahkan
jika kita telusuri konteks penyataan Nietzsche lebih komprehensif, sejak dari
awal ia hanya mengatakan Tuhan sudah mati sebagai kata kiasan semata.
“Tuhan
sudah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita telah membunuhnya. Bagaimanakah kita,
pembunuh dari semua pembunuh, menghibur diri kita sendiri? Yang paling suci dan
paling perkasa dari semua yang pernah dimiliki dunia telah berdarah hingga mati
di ujung pisau kita sendiri. Siapakah yang akan menyapukan darahnya dari kita?
Dengan air apakah kita dapat menyucikan diri kita? Pesta-pesta penebusan
apakah, permainan-permainan suci apakah yang perlu kita ciptakan? Bukankah
kebesaran dari perbuatan ini terlalu besar bagi kita? Tidakkah seharusnya kita
sendiri menjadi tuhan-tuhan semata-mata supaya layak akan hal itu [pembunuhan
Tuhan]?”
Ataupun seperti kata Karl Marx : "Agama adalah candu rakyat" (dalam bahasa aslinya yaitu
jerman “Die Religion ... ist das Opium des Volkes”)
Saya tidak mencoba membenarkan pernyataan para tokoh
tersebut. Hanya saja, mereka lebih saya pandang baik dengan sikap atheistis
ilmiahnya dengan pengunaan logika nalar dan empiristik. Ketimbang mereka yang
menyatakan "Tiada Tuhan selain Bowo" hanya karena terpesona dengan
pandangannya yang tampan dari sampel manusia dihadapannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar