Basmalah

Basmalah

Kamis, 18 Oktober 2018

Bomb dari Siam dan Luqman

suasana keramaian bedah film Bomb x City

Oleh : Tiorivaldi

KUPING ABU-ABU


Oleh : Tiorivaldi

Tokoh dan Penokohan
1.     Lauren
Seorang Mahasiswa Baru yang berasal dari Sumatera yang merantau ke tanah Jawa. Memiliki nada bicara yang tinggi sehingga terkesan keras, marah, galak, dan sebagainya. Tetapi dibalik itu semua, dia adalah orang yang perhatian dan peduli terhadap orang lain
2.     Pak Wanto
Bapak pemilik kos yang akan ditempati oleh Lauren berusia sekitar 60 tahun. Memiliki sifat terbuka, ramah, peduli dan tidak membeda-bedakan satu sama lain.
3.     Ncis
Mahasiswa semester 3 yang berasal asli dari Jawa Tengah, teman satu kos Lauren, berpenampilan rapi dan keren. Memiliki sifat tertutup, berprasangka buruk, suka menggosip
4.     Dewo : Suka gosip, berprasangka buruk
Tetangga sebelah kos yang berusia 28 tahun, perawakan sederhana, teliti. Tapi suka menggosip dengan Ncis dan sering berprasangka buruk terhadap orang lain
5.     Satrio
Pekerja kantoran berusia 30 tahun, sering murung, bengong dan kurang bergairah tetapi memiliki kesabaran menjalani hidup

Minggu, 30 September 2018

Kuasa Kesahihan


Oleh : Tiorivaldi

Apa Itu Kesahihan ?
Menjadi pertanyaan yang sangat fundamental dalam suatu pertanyaan terkait kesahihan atau disebut juga kebenaran. Apakah jua dengan sesuatu hal yang secara inderawi saja sehingga kesahihan bisa diperoleh ? Atau kita memerlukan peran akal untuk menyatakan bahwa ini adalah sebuah kebenaran ? Atau perlu ditimbang kembali kebermanfaatan hal tersebut sehingga bisa dijustifikasi sebagai validitas tesis ?

Selasa, 03 Juli 2018

Peradaban Tik Tok


Oleh : Tiorivaldi
Manusia saat ini sedang mengalami pergeseran peradaban yang sangat signifikan. Zaman memang selalu berubah dari peradaban Yunani Kuno hingga peradaban Pos-modernisme atau bisa kita sebut dengan zaman Kontemporer. Zaman ini di dominasi oleh mereka yang disebut dengan generasi X, Y dan Z bahkan sudah muncul ditengah permukaan generasi-genarasi yang disebut generasi Alpha. Baru-baru ini lebih dikejutkan lagi dengan munculnya generasi teknologi yang cukup mengkhawatirkan, kita sebut saja untuk generasi ini yaitu generasi Tik Tok.

Sabtu, 09 Juni 2018

Memimpin Tanpa Uang


Oleh : Tiorivaldi

Kehidupan Mohammad Natsir
Di tengah balutan udara amat sejuk kota Alahan Panjang, di kampung Jembatan Berukir, seorang wanita bernama Khadijah, istri Idris Sutan Saripado, pada tanggal 17 Juli 1908, bertepatan dengan tahun kebangkitan nasional, melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Mohammad Natsir, yang setelah dewasa bergelar Datuk Sinarto Panjang. Gelar pusaka tersebut disematkan setelah menikah yang digunakan turun temurun dalam masyarakat Minangkabau, seperti halnya rumah gadang, rangkiang, dan balai adat.
Semenjak berumur delapan tahun, sekitar tahun 1916, Natsir berang-angan ingin masuk sekolah dasar berbahasa Belanda, Hollands Inlandse School (HIS). Ayah Natsir yang hanya seorang pekerja juru tulis di konteler di Maninjau membuat harapan Natsir untuk sekolah di HIS pemerintah pun pupus. Pada tanggal 23 Agustus 1915 munculah sekolah partikelir HIS Adabiyah padang yang didirkan oleh H. Abdullah Ahmad bersama kawan-kawannya. HIS Adabiyah merupakan salah satu sekolah bersejarah yang banyak melahirkan orang-orang berjasa dan pemimpin Negara Republik Indonesia.
Allah pun memiliki takdir tersendiri untuk Natsir, setelah 3 bulan mengecap sekolah HIS Adabiyah. Natsir mendapat kesempatan untuk mengenyam seklah di HIS Pemerintah. Selama bersekolah di HIS, Natsir “menumpang hidup” di saudagar kaya pasar solok yang bernama Haji Musa. Di situ Natsir pertama kali belajar bahasa Arab dan mengaji fiqih.
Sebagai anak juru tulis, ia pernah ditolak masuk sekolah HIS. Di Maninjau ia belajar di sekolah rakyat. “Saya belajar, tapi tak bayar uang sekolah dan tidak terdaftar sebagai murid,” katanya. Ia sekolah sembunyi-sembunyi. Jika ada inspektur sekolah datang, Natsir diminta bersembunyi dahulu.
Setelah lulus dari HIS, Natsir melanjutkan sekolah di MULO (Meer Uitegebried Lager Onderwijs) Padang. Ketika sekolah di MULO Natsir mulai aktif di Jong Sumatranen Bond dan Jong Islamieten Bond, di sanalah Natsir bertemu pertama kalinya dengan Nur Nahar, wanita yang kelak akan menjadi istri Natsir. Empat tahun Natsir menempuh sekolah MULO dari tahun 1920-1927. Setelah menyelesaikan sekolah MULO dengan nilai yang baik, Natsir mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah AMS (Alegmeene Middelbare School) di Bandung.
Mohammad Natsir adalah seorang ulama, politisi, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, dan tokoh Islam terkemuka Indonesia. Di dalam negeri, ia pernah menjabat menteri dan perdana menteri Indonesia, sedangkan di kancah internasional, ia pernah menjabat sebagai presiden Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia.
Natsir mempelajari ilmu Islam secara luas di perguruan tinggi. Ia terjun ke dunia politik pada pertengahan 1930-an dengan bergabung di partai politik berideologi Islam. Pada 5 September 1950, ia diangkat sebagai perdana menteri Indonesia kelima. Setelah mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 26 April 1951 karena berselisih paham dengan Presiden Soekarno, ia semakin vokal menyuarakan pentingnya peranan Islam di Indonesia hingga membuatnya dipenjarakan oleh Soekarno. Setelah dibebaskan pada tahun 1966, Natsir terus mengkritisi pemerintah yang saat itu telah dipimpin Soeharto hingga membuatnya dicekal.
Natsir banyak menulis tentang pemikiran Islam. Ia aktif menulis di majalah-majalah Islam setelah karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929; hingga akhir hayatnya ia telah menulis sekitar 45 buku dan ratusan karya tulis lain. Ia memandang Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia. Ia mengaku kecewa dengan perlakuan pemerintahan Soekarno dan Soeharto terhadap Islam. Selama hidupnya, ia dianugerahi tiga gelar doktor honoris causa, satu dari Lebanon dan dua dari Malaysia. Pada tanggal 10 November 2008, Natsir dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia. Natsir dikenal sebagai menteri yang "tak punya baju bagus, jasnya bertambal. Dia dikenang sebagai menteri yang tak punya rumah dan menolak diberi hadiah mobil mewah."
Beliau meninggal di Jakarta, 6 Februari 1993 pada umur 84 tahun dan kemudian dimakamkan sehari kemudian
Refleksi Hidup Juang Natsir
Mohammad Natsir merupakan salah satu tokoh pahlawan Nasional Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 10 November 2018. Berbagai lika-liku kehidupan telah dilewatinya hingga dapat menjadi tokoh negarawan di Indonesia. Lebih dari itu, bahkan banyak penghargaan beliau dapatkan dari luar Indonesia yang menunjukkan suatu prestasi hidup yang baik. Dengan terlahir dalam keluarga yang tidak cukup bermateri, malah membuat kemandirian finansial dari sosok Mohammad Natsir sendiri terbangun. Di atas tadi sudah disebutkan bahwa beliau pernah mengatakan “Saya belajar, tapi tak bayar uang sekolah dan tidak terdaftar sebagai murid,”. Bukan hanya sekedar ijazah yang ingin diperoleh olehnya, perjuangan nya dalam menuntut ilmu bukan karena ingin sekedar tuntutan orang tua. Tetapi karena keinginan pribadi, untuk menjadi seseorang yang berjiwa besar. Pernah juga beliau mendirikan Sekolah Partikelir yang bertahan selama 10 tahun yang diberi nama “Pendidikan Islam” yang disingkat “Pendis”. Untuk mempertahankan sekolah tersebut, istrinya sampai beberapa kali mencopot gelangnya untuk digadaikan demi eksistensi dari Pendisi. Sekolah tersebut akhirnya ditutup karena paksaan dari pihak Jepang setelah kedatangan mereka ke Nusantara pada saat itu.
Mungkin tidak berlebihan jika penulis menempatkan perjuangannya yang tidak bermateri dengan sekelas perjuangan Rasul dan para sahabatnya. Beliau menjabat sebagai Menteri Penerangan dan Perdana Menteri Indonesia tanpa hidup dengan materi. Padahal jabatan sekelas itu sangat bisa untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dalam hal materi. Amien Rais bahkan pernah mendengar cerita dari Khusni Muis (Ketua Muhammadiyah Kalimantan Selatan). Ia menuturkan bahwa pernah datang ke Jakarta untuk urusan partai (saat itu Muhammadiyah merupakan anggota istimewa Masyumi). Ketika hendak pulang ke Banjarmasin, ia mampir ke rumah Natsir untuk meminjam uang untuk ongkos pulang. Natsir lalu meminjang uang data kas majalah Hikmah yang ia pimpin. “Bayangkan, perdana menteri tidak memegang uang. Kalau sekarang, tidak masuk akal,” ujar Amien Rais. Hal tersebut hampir sama dengan keadaan-keadaan yang terjadi ketika Nabi Muhammad memimpin kaum muslimin dan para sahabat. Kita sebut saja khalifah ke 2 yaitu Umar bin Khattab yang bahkan untuk membeli pakaian anaknya tidak sanggup karena tak punya materi. Padahal itu dalam keadaan beliau sebagai pemimpin tertinggi umat Islam pada saat itu. Bayangkan berjuta-juta bisa ia kerahkan dibawah komandonya tetapi untuk hal materi beliau kesulitan
Mohammad Natsir dalam Aksiologis
Itu adalah suatu pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari jalan hidup juang Mohammad Natsir dari sekolah yang bersembunyi-sembunyi (non-formal) hingga sampai menjadi tokoh negarawan. Bukanlah sebuah materi berlimpah yang bisa membuat seseorang menjadi besar, tetapi perjuangan keras dan ketekunan dalam belajar yang bisa menjadikan seseorang itu besar. Bukanlah ijazah SD, SMP, SMA, nilai tinggi, prestasi juara bahkan predikat cumlaude di perguruan tinggi yang membuat seseorang bisa hidup sejahtera nan estetik. Tetapi bagaimana cara ia memperoleh ilmu tersebut, dan apa yang dilakukan selama hidupnya yang menjadikan seseorang menjadi besar. Pada akhirnya apa yang menjadi paling penting dalam kehidupan ini adalah “Apakah anda telah memberikan manfaat dalam kehidupan anda ?”, “Apakah kematian anda menyisakan banyak kesedihan pada orang lain ?” dan pada akhirnya pertanyaan yang paling terpenting dalam hidup ini adalah “Kenapa anda diciptakan ?”  . Dalam hidup ini hanya ada dua bentuk, yaitu benar atau salah; positif atau negatif; kanan atau kiri; baik atau buruk. Tidak ada yang namanya kehidupan tengah melainkan itu hanya dipakai dalam sikap sosial anda terhadap suatu lingkungan


Sumber Referensi dan Tulisan :
·         Wikipedia
·         Seri Buku Diskusi Online Indonesia. 2017. Jalan Hidup Para Pejuang. Surabaya: Pustaka Saga
·         Basri, Agus. 2008. Mohammad Natsir Politik Melalui Jalur Dakwah. Panitia Peringatan Refleksi Seabad Mohammad Natsir Pemikiran dan Perjuangannya & Penerbit Media Dakwah
·         Panitia Buku Peringatan Mohammad Natsir. 1978. Mohammad Natsir 70 Tahun: Kenang-Kenangan Kehidupan dan Perjuangan. Jakarta: Pustaka Antara
·         Tim Buku Tempo. 2011. Natsir: Politik Santun di Antara Dua Rezim. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia



Selasa, 29 Mei 2018

RADIX

Oleh : Tiorivaldi

1. Apa itu radikalisme ?
Radikal itu diambil dari kata "radix" dalam bahasa latin yang artinya akar. Jadi dalam pengertiannya radikal adalah secara mendasar, karena akar merupakan hal yang paling fundamental dalam suatu tumbuhan. Berarti radikal tidaklah sepenuhnya berkonotasi negatif, dikarenakan setiap orang pastilah harus punya pikiran yang mendasar dalam kehidupannya berbangsa dan bernegara. Namun, seiring berjalannya waktu, radikal tersebut dapat diartikan juga sebagai gerakan yang menginginkan suatu bentuk perubahan secara mendasar dengan cara yang amat keras. Dalam konteks Indonesia, bisa kita sebut saja gerakan radikal yang menginginkan perubahan sistem pemerintahan, undang-undang dan peraturan yang paling mendasar dengan jalan yang tidak beretika. Namun, jika kita kembali kepada pengertian secara etimologis nya. Maka interpretasi dari kata radikal tidak ada keburukannya sama sekali

Rabu, 16 Mei 2018

Bulan Ramadhan sebagai Transformasi Sosial atau Kapitalisasi Pasar

Oleh : Tiorivaldi

Bulan Ramadhan adalah bulan paling dinanti bagi umat muslim. Karena pada bulan ini lah umat muslim dapat mendapatkan optimalisasi amalan-amalan kebaikan yang tidak diperoleh dari sebelas bulan yang lainnya. Umat muslim diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadhan ini sebagaimana firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
Yang dimaksud dengan diwajibkan atas kamu berpuasa adalah puasa bulan Ramadhan sebagaimana hal tersebut akan dilanjutkan sampai ayat 185.
Jika yang diatas tadi kita masih membicarakan tentang bulan Ramadhan dalam korelasinya dengan hubungan vertikal up-down antara Allah subhanahu wa ta'ala kepada makhluk ciptaan-Nya (manusia). Maka yang akan menjadi pembahasan lebih dalam yang akan kita paparkan pada kali ini adalah korelasinya dengan hubungan horizantal antar manusia.

Rabu, 18 April 2018

Disharmoni Gedung Perkuliahan


Berbicara tentang kampus Universitas Tidar, tak pernah bosan kita melihat berbagai permasalahan-permasalahan yang ada. Kami pun tak tahu, apakah itu adalah faktor kesengajaan, kekeliruan atau hanya sekedar ingin menampilkan sebuah estetika yang imbasnya ada pihak yang tak berbahagia terhadap hal tersebut. Memang patut berkata jujur, memang ada nilai estetika ketika jendela gedung Fakultas Ekonomi di beberapa kelas di susun semacam itu, namun apalah gunanya sebuah estetika jika tidak di ikuti dengan fungsionalisasi yang sesuai. Hanya karena jendela yang di susun semacam itu, proses belajar mengajar menjadi kurang kondusif sehingga proses transfer ilmu jadi kurang optimal. Untuk permasalahan ini, minimal perlu adanya tirai untuk menutupi kontak langsung dengan sinar matahari
Tidak hanya hal itu saja, kejadian kurang menyenangkan juga terjadi di gedung Fakultas Teknik dan Fakultas Ekonomi yang baru dibangun. Ketika hujan suara bising menghinggapi dan mengganggu proses belajar mengajar. Itu terjadi karena atap gedung nya berupa seng yang akan menimbulkan suara bising saat turunnya hujan. Hal ini bukan hanya mengganggu proses belajar mengajar tetapi bahkan proses transfer ilmu bisa terhenti sejenak dikarenakan suaranya yang melebihi intonasi suara mahasiswa dan dosen yang sedang berkomunikasi, mahasiswa yang berada di lantai 4 yang paling merasakannys. Secara akumulatif banyak yang merasakan, bahkan dosen pun ikut mengeluhkan hal tersebut. Kami tak tahu apakah ini juga faktor kesengajaan, kekeliruan atau estetika 
Maka sudah jelas hal tersebut merupakan sesuatu yang mesti di tanggapi dengan baik dan benar.

Beli roti di siang hari
Tak kelupaan membeli degan
Aduh kok panasnya hari ini
Oh gedungnya yang transparan

Bang Toyib suaranya fasih
Kerjaannya jalan-jalan
Nih gedung berisik amat sih
Eh tak taunya turun hujan

Jam 12 dipanggil majikan
Disuruh untuk membeli ikan
Sekian yang dapat disampaikan
Terimakasih kami ucapkan

Rabu, 04 April 2018

Puisi itu Multi tafsir

Oleh : Tiorivaldi

Puisi sangat berbeda dengan perkataan dan kalimat yang biasanya kita ucapkan sehari-hari. Karena puisi memiliki makna yang digunakan untuk menggiring pikiran manusia untuk masuk dalam keindahan kalimat tersebut. Jadi, ketika puisi tersebut hendak disampaikan oleh pembaca. Kemungkinan untuk terjadinya perbedaan persepsi dalam makna dan substansi maksud dari puisi yang disampaikan akan berbeda-beda. Akan aneh ketika kita hendak menjustifikasi suatu puisi sebagai suatu keburukan atau kita sebut saja bad moral hanya karena apa yang menjadi pandangan dan persepsi kita.
Saat ini sedang menjadi trending topic, sebuah puisi yang dibacakan oleh bu Sukmawati dikarenakan apa yang di sampaikan kepada pendengar mendapat alunan yang negatif. Kita sebut saja puisi yang berjudul "Ibu Indonesia" adalah puisi yang dibacakan oleh bu Sukmawati. Saya akan menggunakan dua kacamata dalam mencoba memberikan pandangan dalam puisi tersebut yaitu kacamata seni dan kacamata politik
Saat saya menempatkan diri sebagai pegiat atau pecinta seni, yang saya rasakan tidak ada kesalahan dalam puisi yang disampaikan oleh bu Sukmawati. Seperti yang saya sampaikan tadi bahwa puisi itu berbeda dengan kalimat biasa, maka tak bisa kita menempatkan kesalahan bu Sukmawati itu sama dengan kesalahan yang dilakukan oleh pak Ahok dulu. Karena ini penyampaian puisi dan pak Ahok dulu menyampaikannya dengan kalimat biasa yang jelas dan tanpa tafsir ganda. Kita tidak bisa membawa interpretasi kita sebagai suatu kebenaran. Saya akan mencoba mengulas lebih dalam terkait hal ini dengan menggunakan pendekatan hermeneutika yang merupakan salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna. Hermeneutika yang dibawa oleh Barat sebagai cara untuk memahami suatu teks mempunyai berbagai macam, ada yang menempatkan subjek pembaca teks dan ada yang mengabaikan subjek pembaca teks. Yang mengabaikan subjek pembaca teks, jadi dikembalikan kepada penulis yang menciptakan suatu tulisan tersebut. Sehingga ketika penulis mengatakan suatu hal terkait tulisan tersebut, maka hal tersebut sudah menjadi sebuah kebenaran. Dan ada juga hermeneutika yang mengadakan subjek pembaca teks sebagai penafsir, memberikan tempat kepada pembaca untuk menginterpretasikan apa yang ia baca. Tetapi sering kali untuk hal yang kedua ini dikarenakan penulis memang sudah tiada lagi. Seperti hermeneutika yang dilakukan untuk penafsiran kitab suci dan lain sebagainya. Maka pendekatan yang paling tepat menurut saya untuk digunakan pada kasus puisi "Ibu Indonesia" saat ini, kita kembalikan terlebih dahulu tafsirannya kepada penulis. Ketika penulis mengatakan makna yang berbeda dengan yang kita pikirkan, maka kita harus berlapang dada untuk menerimanya. Kecuali jika kita benar-benar bersikeras menjadikan model subjek pembaca teks sebagai penafsir yang lebih memiliki dominasi dibanding penulis teks. Tetapi apalah daya dan guna untuk meributkan hal tersebut
Lalu bagaimana jika saya menempatkan diri dalam mengamati kondisi politik saat ini ? Masa-masa saat ini adalah masa-masa nya untuk mencari citra baik dikarenakan semakin dekatnya pemilihan umum baik tingkat regional maupun nasional. Jadi, setiap halnya bisa saja berbau politik untuk mencari massa dalam memenangkan calon mereka sendiri. Coba bayangkan bu Sukmawati sudah minta ma'af dan umat islam di Indonesia masih bersikeras dengan pendiriannya untuk membawa kepada jalur hukum dan lain sebagainya seperti yang terjadi pada pak Ahok sebelumnya. Bukankah orang-orang akan semakin mengira tak ada toleransi dalam Islam yang berujung semakin berkurang massa yang akan menjadi pemenangan umat Islam ketika pemilihan presiden nanti ? Bahkan bu Sukmawati sampai menangis dalam permintaan ma'af, apakah tidak sedikitpun termuncul dalam benak kita drama tersebut untuk meraih simpati massa lebih banyak lagi ? Itu merupakan sesuatu yang cukup saya khawatirkan jika benar akan terjadi. Membangun citra positif itu sangat sulit dan menghancurkannya sangat mudah sekali, maka jangan sampai kita sebagai umat Islam dengan mudahnya tergiring dengan opini-opini publik yang berujung degradasi pemilih pada pihak umat Islam sendiri. Ingatlah kembali "puisi tidak sama dengan kata-kata belaka"
Saya rasa apa yang menjadi problematika yang terjadi saat ini, selalu lah media sebagai aktor utama nya. Hanya karena viral di media dan di blow up oleh massa, itu bisa menjadi kegelisahan bersama oleh seluruh manusia yang memperhatikan media. Kasus pak Ahok pun mestilah tidak terlepas dari hal tersebut.
Maka cobalah kembali untuk bersikap lebih moderat terhadap suatu keadaan. Gunakan intelektual bukan perasaan dalam setiap melaksanakan suatu hal. Jika kita sangat gampang dalam menampilkan penolakan kepada apapun yang dirasa menyinggung kita, itu bisa menjadi bumerang bagi kita sendiri suatu saat ini.
Tetap bergerak demi kejayaan Islam dan Indonesia

wallahu 'alam bishshawab

Sabtu, 17 Maret 2018

Eksistensi dalam Keterasingan

Oleh : Tiorivaldi

Setiap kata dan kalimat yang dengan bangganya mahasiswa menjelaskan dirinya sebagai "agent of change", "social control", "iron stock", dll. Namun, apakah semua itu hanya wacana dan pengakuan terhadap diri sendirinya saja ? Sejauh apakah kiprah mahasiswa sehingga dengan bangganya bisa meng-inputkan dirinya kedalam gelar semacam itu. Lagi-lagi kita mesti berbicara dengan jujur dan penuh hikmah dalam menjelaskan kebenaran dari pengungkapan gelar tersebut.

Minggu, 14 Januari 2018

Apa yang Mesti Kita Pimpin

 Oleh : Tiorivaldi

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Dalam sebuah jama'ah yang biasa juga disebut organisasi, himpunan, komunitas, dan bentuk lainnya. Mestilah diantara semua itu memerlukan sebuah pemimpin. Pemimpin tersebut juga biasanya dalam sebuah jama'ah ada dua bentuk berbeda, yaitu dijadikan sebagai figuritas. Dalam artian setiap yang dilakukan oleh jama'ah tersebut dan apa yang dipandang oleh orang lain sangat bergantung dengan pemimpin tersebut. Dibentuk lainnya, pemimpin biasanya hanya dijadikan sebagai roda keberlangsungan jama'ah tersebut, karena setiap yang berada dalam jama'ah tersebut yang mempengaruhi setiap perlakuan jama'ah. Sebenarnya bukan hal tersebut yang hendak ingin saya sampaikan.